Kamis, Januari 16, 2014

Seri Tasawuf 1: UJUB dan TAKABUR

Mengenai ujub dan takabur, saya ingin menghidangkan cerita sufi berikut ini: Di samping seorang sufi, Bayazid al-Bisthami juga seorang pengajar tasawuf. Di antara jama'ahnya, ada seorang santri yang juga memiliki murid yang banyak. Karena telah memiliki murid, santri ini selalu mengenakan pakaian yang menunjukkan keshalihannya: baju putih, serban, dan wewangian tertentu. Suatu saat muridnya itu mengadu kepada Bayazid, “Tuan Guru, saya ini sudah beribadah 30 tahun lamanya. Shalat saya setiap siang dan malam, puasa saya setiap hari. Tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani seperti yang Guru katakan. Saya tak pernah menyaksikan sesuatu apa pun seperti yang tuan gambarkan.” Bayazid menjawab,” Sekiranya kau beribadah selama 300 tahun pun, kamu takkan mencaai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu.” Murid itu keheranan,” Mengapa, ya Tuan Guru?”. “Karena kau tertutup oleh dirimu,” Jawab Bayazid.”Bisakan kau obati aku agar hijab (selubung) ini tersingkap?” pinta sang murid. “Bisa,” ucap Bayazid, “Tapi kau takkan melakukannya”. ”Tentu saja akan aku lakukan,” sanggah sang murid. “Baiklah kalau begitu,” kata Bayazid. “Sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantong berisi kacang. Pergilah ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, hai anak-anak, siapa saja diantara kalian yang mau menampar aku satu kali, akan kau beri satu kantong kacang. Lalu datanglah juga ke tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakana pula pada mereka, siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantong kacang.” Sang murid terkejut dan berkata, “Subhanallah, Masya Allah, La ilaha illallah,” murid berujar. Bayazid pun berkata,” jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh seorang kafir, ia akan berubah menjadi mukmin. Tetapi kalau ucapan itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir.” Murid pun tambah keheranan,”Mengapa bisa begitu?” Bayazid menjawab,” karena kelihatannya kau sedang memuji Allah swt., padahal sebenarnya kau memuji dirimu. Ketika kau katakana: Subhanallah, seakan-akan kau menyucikan Allah swt., padahal kau menonjolkan kesucianmu.” Muridnya pun kembali meminta,” Kalau begitu berilah aku nasehat yang lain”. Bayazid pun menjawab,” Bukankah sudah aku katakan bahwa kau tak akan mampu melakukannya!”. Cerita ini mengandung hikmah yang berharga. Bayazid mengajarkan bahwa orang yang rajin beribadah seringkali terkena penyakit ujub dan takabur. Bayazid mengajarkan kepada kita bahwa kuburkanlah hasrat dibalik ibadah kita untuk lebih dilayani orang, dihormati orang, dan disanjung orang lain. Begitu halus iblis bermain dengan perasaan para ahli ibadah sampai-sampai ia tidak menyadarinya. Syaikh Abdul Qodir al-Jaelani dalam sirrul asror mengajarkan bahwa ibadah tidak sempurna walaupun sebesar atom saja di hati kita selain-Nya. Sebagai penutup sajian di atas, izinkan saya menghidangkan mutiara hikmah dari Ibnu Athaillah dalam Al-Hikam no.11, atau yang sering disebut dengan Syair Idfin : إِدْفِـنْ وُجُوْدَكَ فىِ أَرْضِ الْخُمُوْلِ  فَمَا نَبَتَ مِمَّا لَمْ يُدْفَنْ لَا يَتَمُّ نَتَائِجُهُ “Sembunyikan wujudmu pada tanah yang tak dikenal, sebab sesuatu yang tumbuh dari biji yang tak ditanam tak berbuah sempurna”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar