Kamis, Desember 17, 2009

Sekolah Bertaraf Internasional: Ancaman dan Peluang Terhadap Pendidikan

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Peluang dan Ancaman Terhadap Pendidikan di Bangka Belitung

Pendahuluan
Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat dengan SBI, merupakan salah satu rencana pemerintah Indonesia dalam rangka pengembangan pendidikan Indonesia. Output dari Sekolah Bertaraf Internasional diharapkan mampu memiliki daya saing global di kancah internasional. Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya para pelaku pendidikan mengejar ketertinggalan dari negara lain. Untuk mendapatkan tawaran pemerintah tersebut, satuan pendidikan harus berjibaku melakukan perubahan agar memenuhi persyaratan yang distandarkan.
Tujuan SBI sebenarnya selaras dengan Tujuan Pendidikan yang tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang diindikasikan dengan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dan memiliki daya saing pada taraf internasional. Selain itu, SBI dituangkan Pada Pasal 50 ayat 3 UU No. 20 Tahun 2003 dikatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Selanjutnya pada ayat 7 disebutkan, ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan (sekolah bertaraf internasional/SBI) sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pada PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota disebutkan bahwa penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan pendidikan dan/atau program studi bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi.
Dalam tulisan ini, bahasan meliputi dimensi-dimensi pendidikan khususnya pengaruh Sekolah Bertaraf Internasional terhadap pendidikan di Bangka Belitung yang tentunya akan bersinggungan dengan faktor-faktor psikologis, sosiologis dan geografis pendidikan di Bangka Belitung. Seperti yang kita ketahui bahwa Bangka Belitung sebagai provinsi yang belum terlalu matang dalam hal pendidikan tentu akan terjadi kerancuan-kerancuan dalam pengaplikasian program Sekolah Bertaraf Internasional itu sendiri. Fenomena SBI sendiri saat telah mendapat banyak interpretasi yang beragam. Bahkan di beberapa media disebutkan bahwa Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dapat mereduksi identitas bangsa Indonesia, kesenjangan antara si kaya dan si miskin, neo liberalisme, komersialisasi pendidikan dan masih banyak lagi interpretasi yang bernada miring lainnya. Penulis tergerak untuk mengungkapkan beberapa pertanyaan yang mungkin juga ada di pikiran kita semua. Apakah Sekolah Bertaraf Internasional merupakan ancaman terhadap pendidikan di Bangka Belitung seperti yang diberitakan di media nasional? Bagaimana peluangnya terhadap pendidikan di Bangka Belitung? Bagaimana kita menyikapi fenomena ini?

SBI: Peluang dan Ancaman
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah yang memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan (SNP) serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga lulusannya memiliki daya saing di forum internasional.
Ada beberapa tingkat yang harus dilalui oleh satuan pendidikan agar sampai pada level SBI. Sekolah potensial adalah kategori sekolah yang belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan). Lalu, ada SSN (Sekolah Standar Nasional) yang berarti penyelenggaraan pendidikan di sekolah itu sudah memenuhi SNP. Setelah itu, baru SBI. Di tingkatan SBI pun, satuan pendidikan harus diverifikasi untuk mendapatkan pengesahan sebagai sekolah persiapan RSBI, RSBI, baru SBI. Tersedianya input berupa visi-misi sekolah, kurikulum, pendidik, peserta didik, sarana-prasarana, dana, regulasi, organisasi, peran serta masyarakat, dan budaya sekolah belumlah cukup. Satuan pendidikan harus melakukan inovasi agar tersedia mutu input yang sesuai dengan standar internasional.
Secara umum SBI bertujuan untuk meningkatkan kualitas pencapaian tujuan pendidikan yang ditandai dengan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dan memiliki daya saing pada taraf internasional. Secara khusus SBI akan mengembangkan sekolah yang dapat menghasilkan kompetensi lulusan yang berdaya saing pada tingkat internasional dengan kemampuan yang baik. Program SBI memiliki beberapa tujuan diantaranya berwawasan kebangsaan, memberdayakan seluruh potensi yang ada, meningkatkan daya saing global. Karakteristik SBI diantaranya adalah:
1. Menerapkan KTSP yang dikembangkan dari standart isi, standart kompetensi kelulusan dan kompetensi dasar yang diperkaya dengan muatan Internasional.
2. Menerapkan proses pembelajaran dalam Bahasa Inggris, minimal untuk mata pelajaran MIPA dan Bahasa Inggris.
3. Mengadopsi buku teks yang dipakai SBI (negara maju).
4. Menerapkan standar kelulusan yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan (SKL) yang ada di dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).
5. Pendidik dan tenaga kependidikan memenuhi standart kompetensi yang ditentukan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP).
6. Sarana/prasarana memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP).
7. Penilaian memenuhi standar nasional dan Internasional.

Sekolah Bertaraf Internasional dapat dipandang sebagai ancaman dan peluang. Dalam bagian ini penulis mencoba menemukan ancaman dan peluang sebagai dampak dari realisasi Sekolah Bertaraf Internasional khususnya terhadap pendidikan di Bangka Belitung. Kita tidak bisa memandang fenomena ini dari satu dimensi saja, baik ancaman maupun peluang. Objektifitas dalam mengupas masalah ini sangat diperlukan dan SBI hendaknya dikaji secara holistik yang meliputi berbagai dimensi. Kata ancaman dan peluang secara literalis merupakan dua kata yang saling berlawanan. Namun dilihat dari sudut pandang fenomena SBI secara kontekstual merupakan dua hal yang saling melengkapi dan mampu menciptakan keseimbangan dalam impelementasi program SBI mencapai tujuan yang diinginkan.
Telah dipaparkan di atas mengenai apa itu SBI, dari segi kemanfaatannya yang konkret jelas SBI merupakan suatu peluang bagi pendidikan di Bangka Belitung. Hal ini dapat dilihat dari minimnya sekolah-sekolah di Bangka Belitung yang mampu bersaing secara global. Selama ini, untuk menempuh pendidikan yang lebih anak daerah Bangka Belitung harus bersekolah di sekolah favorit di luar daerah di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan kota besar lainnya. Dan memang pada kenyataannya hanya sekolah-sekolah favorit tersebut yang menyediakan pendidikan yang bermutu secara global. Otomatis kesempatan ini hanya dapat dinikmati oleh anak berbakat dan orang kaya. Dengan adanya implementasi SBI di Bangka Belitung, maka pemerataan pendidikan berkualitas dapat dirasakan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini membuka peluang bagi pendidikan di Bangka Belitung untuk berprestasi dan mempunyai kualitas yang sama dengan daerah-daerah lainnya. Pemerataan kualitas ini tentunya juga akan mendukung kualitas pendidikan di Indonesia secara umum. Dengan adanya SBI di setiap kabupaten/kota di Bangka Belitung maka dapat jadi suatu patokan standar bagi sekolah-sekolah di sekitarnya yang dapat dijadikan motivasi dan model untuk melakukan pengembangan-pengembangan yang lebih inovatif.
Hal ini juga tentunya akan berpengaruh kepada para pendidik yang dapat juga dijadikan motivasi untuk meng-upgrade kemampuan mereka. Sebagaimana kita ketahui di Bangka Belitung hanya beberapa persen yang lulus sertifikasi guru, apalagi standar internasional. Dari segi geografis, SBI sangat mungkin diterapkan di Bangka Belitung mengingat masih banyaknya lahan yang dapat dijadikan untuk lokasi SBI, namun dari segi sarana, guru, dan kurikulum masih harus ditingkatkan dan dilakukan upaya secara intens yang dikelola secara professional. Output dari sekolah ini tentunya dapat meningkatkan harkat dan martabat Bangka Belitung di kancah internasional. Apalagi saat ini Pemprov Bangka Belitung berusaha go internasional dari bidang pariwisata dengan program Babel Archi. Para lulusan SBI tentunya mempunyai kompetensi yang mampu bersaing secara global yang akan turut mengharumkan dan mengenalkan nama Bangka Belitung.
SBI memang dikonsepsikan sebagai sekolah unggul, yang diharapkan dapat menjadi faktor penggerak peningkatan kualitas pendidikan di Bangka Belitung yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing daerah. Hal ini dimaksudkan agar terjadi multiplier effect pada pemerataan pendidikan berkualitas, guna menghindarkan konsentrasi sekolah-sekolah bermutu hanya di kota-kota besar atau di Pulau Jawa saja. Penyelenggaraan SBI di Bangka Belitung juga dimaksudkan untuk menjawab tantangan global akan kebutuhan knowledge dan skills yang memadai dari lulusan setiap satuan pendidikan dan jenjang pendidikan di Bangka Belitung untuk dapat bersaing secara global. Para peserta didik dalam menjawab tantangan ke depan memang memerlukan pengetahuan yang lebih banyak dan keterampilan yang lebih tinggi agar dapat survive dan mampu bersaing, dibandingkan dengan generasi sebelumnya (need to gain more knowledge and master more skills than any generation before), diantaranya: basic skills (science, math, reading), technology skills, communication skills, problem solving skills, information/digital literacy, multicultural/Multilanguage literacy, creative and critical thinking skills, inquiry/reasoning skills, and interpersonal skills. Para siswa SBI juga akan lebih dalam diberikan pengembangan kepribadian yang universal dan rasa nasionalisme yang tinggi, yaitu akhlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa wirausaha, jiwa patriot dan nasionalisme, dan jiwa inovator.
Namun bila program SBI tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan seseorang atau kelompok, maka SBI tentu akan menjadi suatu ancaman terhadap pendidikan di Bangka Belitung. Dimensi internasional dalam pendidikan dapat dijadikan celah oleh pihak asing dalam melakukan visi dan misinya. Sebagaimana kolonialisme, imperialisme, sosialisme, eksistensialisme, dan masih banyak lagi paham lainnya, dimensi ke-internasional-an memaksa kita secara tidak sadar untuk membuka peluang terhadap orang asing (barat yang dianggap sebagai pusat modernisasi). Bukti nyata bahwa selama ini segala macam kemajuan teknologi berpusat di barat. Setiap kemajuan di indikasikan ke dunia barat. Program SBI yang diusung pemerintah memanfaatkan teknologi sebagai sarana utama, baik media belajar, maupun sistem manajemen sekolah. Sedangkan saat ini kemajuan teknologi adalah kemajuan barat, kemajuan barat adalah modern, begitu yang terjadi saat ini. Dengan adanya pola sentrisme ini, maka akan menjadi celah atau pintu gerbang tol bagi dunia asing untuk melakukan invasi dan melancarkan visi dan misinya yang kadang-kadang sangat bertentangan dengan budaya bangsa kita. Bila kita terus-menerus menjadi follower tanpa adanya niat untuk melakukan inovasi seperti yang dilakukan di negara asing, maka siap-siap saja Bangka Belitung akan diatur secara tidak langsung oleh pihak asing yang memakai kedok pemerintah daerah kita sebagai pelaksana. Bila hal itu terjadi maka sebenarnya kita kembali ke masa penjajahan. Bahkan lebih parah lagi karena kita tidak sadar kita terjajah. Dalam tataran ekstrimnya, seolah-olah kita melambaikan bendera yang bertuliskan “silakan anda datang ke Bangka Belitung dan keruk sumber daya kami”. Hal ini dapat terjadi apabila SBI yang sarat dengan kemajuan dan kolaborasi dengan negara maju namun sumber daya manusia di Bangka Belitung belum siap untuk menerima hal ini. Sehingga yang akan muncul bukan SBI namun sekolah model Amerika, model Jepang, model Inggris, dan ikon dari negara maju lainnya yang tentu saja akan mereduksi kultur kita sebagai bangsa Indonesia. Karena internasional bukan diinterpretasikan secara universal namun secara partikuler yang merujuk ke negara-negara maju tersebut.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menyikapi SBI sebagai peluang sekaligus ancaman bagi pendidikan di Bangka Belitung. Pertama, Sosialisasi yang utuh tentang konsep penyelenggaraan SBI dan berkesinambungan. Sosialisasi ini mengacu kepada restrukturisasi program SBI. Karena selama ini telah banyak terjadi miss baik informasi maupun pemahaman.
Kedua, adalah pembentukan kembali figur SBI (refigurisasi). Hal ini dimaksudkan agar sekolah memiliki kompetensi yang sesuai dengan tugasnya, dinamis, proaktif, akomodatif, koordinatif dan mempunyai keinginan dan usaha yang kuat. Innovator yang benar-benar cerdas sangat diperlukan dalam melakukan refigurisasi ini. Pemantapan bahasa, inovasi-inovasi pembelajaran dan kurikulum perlu dilakukan juga. Selain itu perlunya pelatihan professional mengenai ICT (Information and Commnunication Technology) mengingat bidang ini mempunyai dukungan penuh terhadap program SBI.
Ketiga, rekulturisasi. Membangun kembali budaya sekolah yang sarat dengan inovasi, budaya disiplin, mandiri, kreatif, mutu, prestasi, dan berakhlakul karimah serta tidak meninggalkan rasa nasionalisme sebagai bangsa Indonesia menjadi karakteristik sekolah Indonesia yang mutunya bertaraf internasional. Pemantauan dari pemerintah dan stakeholders yang terkait perlu dilakukan. Harus ada regulasi yang ketat dari pemerintah agar invansi dari pihak luar yang dibawa oleh para pengajar asing. Sehingga tidak membunuh karakter nasional kita dalam persaingan internasional. Sehingga manusia multidimensional seperti yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional dapat benar-benar tercapai.

Penutup
Pada hakikatnya visi Sekolah Bertaraf Internasional mempunyai tujuan yang cemerlang bagi pendidikan di Bangka Belitung. Berbagai manfaat dapat dirasakan jika program SBI ini dapat diimplementasikan dengan baik serta dapat perhatian dan dukungan dari segala stakeholders baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi Bangka Belitung, pemerintah daerah, pihak sekolah dan seluruh warga Bangka Belitung. Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah nasional yang dikembangkan segala potensinya yang mempunyai daya saing internasional, bukan sekolah model negara maju sehingga indentik dengan sekolah Amerika, sekolah Inggris, sekolah Jerman dan model-model sekolah negera maju lainnya. Dengan demikian, maka SBI adalah sekolah nasional Indonesia yang mempunyai level internasional. SBI akan menjadi ancaman bagi Bangka Belitung jika dimensi internasional direferensikan dengan suatu negara maju. Internasional adalah mampu bersaing dan bersama-sama dengan segala bangsa di dunia untuk membangun masyarakat dunia melalui pendidikan yang salah satunya diwujudkan dengan program SBI. Akhir kata, Semoga pendidikan Bangka Belitung semakin maju dan berkualitas. Hal ini merupakan tugas kita semua.

Kamis, November 05, 2009

KEGIATAN PENDUKUNG BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah, kegiatan pendukung mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam pencapaian tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri. Kegiatan pendukung mempunyai urgensi tersendiri dalam lapangan bimbingan dan konseling. Dimana kegiatan pendukung ini menopang aspek-aspek lainnya seperti, layanan-layanan bimbingan dan konseling yang telah mempunyai peranan tersendiri. Kegiatan pendukung pada umumnya tidak selalu ditujukan secara langsung untuk memecahkan atau mengentaskan masalah klien, namun dari kegiatan ini diharapkan diperolehnya data dan keterangan lain serta kelancaran dan keberhasilan kegiatan layanan terhadap klien (peserta didik). Kegiatan pendukung ini secara general dilaksanakan tanpa adanya kontak langsung (direct contact) dengan sasaran layanan di sekolah.
Ruang lingkup kegiatan pendukung ini diantaranya adalah: aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus. Selain kegiatan pendukung tersebut, perlu adannya pendekatan dan teknik bimbingan dan konseling yang mempunyai fungsi tersendiri dalam pencapaian tujuan dari kegiatan bimbingan dan konseling.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa saja kegiatan pendukung bimbingan dan konseling di sekolah?
2. Apa pendekatan dan teknik bimbingan dan konseling?

BAB II
PEMBAHASAN

1. KEGIATAN PENDUKUNG BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Aplikasi Instrumentasi
Aplikasi instrumentasi merupakan kegiatan pendukung layanan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang klien, keterangan tentang lingkungan yang lebih luas, pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen baik dengan tes maupun non tes .
Aplikasi instrumentasi dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi tertentu atas diri klien (dalam hal ini peserta didik) yang dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Kegiatan ini dilakukan agar konselor mempunyai pemahaman yang baik tentang diri klien sehingga akan mempermudah untuk melakukan tindakan selanjutnya (follow up) terhadap apa yang menjadi sasaran dan tujuan bimbingan dan konseling tersebut.
Berkaitan dengan hal ini, Tohirin menyebutkan bahwa ada dua komponen dalam aplikasi instrumentasi, yaitu materi instrumen dan bentuk instrumen. Materi instrumen seperti : kondisi fisik klien (jasmani dan kesehatan), kondisi dasar psikologis (bakat, minat, potensi dasar, dan sikap), kondisi dinamik fungsional psikologis, kondisi hubungan sosial, kondisi atau kegiatan dan hasil belajar, kondisi keluarga dan lingkungan, kondisi arah pengembangan karier, serta permasalahan potensial yang dialami siswa. Bentuk instrumen meliputi, tes dan non-tes .
Pada umumnya materi aplikasi instrumentasi ini meliputi:
1. Kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kondisi mental dan fisik siswa, pengenalan terhadap diri sendiri.
3. kemampuan pengenalan lingkungan dan hubungan sosial.
4. Tujuan, sikap dan kebiasaan, keterampilan, dan kemampuan belajar.
5. Informasi karier dan pendidikan.
6. Kondisi keluarga dan lingkungan.

B. Himpunan Data
Himpunan data merupakan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik.
Himpunan data merupakan tindak lanjut dari aplikasi instrumentasi. Data yang dihimpun melalui kegiatan ini kemudian diklasifikasi secara sistematik, analisis, dan dilakukan interpretasi terhadap data tersebut sehingga menjadi bermakna. Data yang dihimpun dapat berupa data pribadi, data kelompok, data umum yang dikemas dalam berbagai himpunan seperti tulisan, angka, rekaman audio, video, dan lain-lain.

C. Konferensi Kasus
Kasus dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang mengandung permasalahan tertentu. Dalam Tohirin (2007:236), konferensi kasus merupakan forum terbatas yang dilakukan oleh konselor guna membahas suatu permasalahan dan arah pemecahannya (problem solving). Dengan adanya kegiatan pendukung konferensi kasus ini, diharapkan adanya bahan atau keterangan, keputusan-keputusan (judgement) yang dapat membantu mengentaskan masalah yang dialami klien (dalam hal ini peserta didik). Konferensi kasus dapat dihadiri oleh orang lain selain konselor dan klien yang yang mempunyai signifikasi terhadap masalah yang dialami klien. Konferensi kasus diadakan untuk memperoleh data yang lebih akurat dari kegiatan himpunan data. Dengan adanya peserta lain dalam mengatasi masalah klien, diharapkan kerjasama yang baik antara peserta sehingga ditemukan ide-ide dan pemecahan yang lebih cerdas bagi kepentingan klien.

D. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah bisa bermakna upaya mendeteksi kondisi keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan individu atau siswa yang menjadi tanggung jawab konselor dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kegiatan ini, ada beberapa keterangan yang berhubungan dengan siswa dapat dihimpun:
1. Kondisi rumah tangga dan orang tua
2. Fasilitas belajar yang ada di rumah
3. Hubungan antar-anggota keluarga
4. Sikap dan kebiasaan anak di rumah
5. Berbagai asumsi dan opini orang tua dan anggota keluarga lainnya terhadap anak
6. Komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan anak dan pengentasan masalah anak
Kunjungan rumah dapat mempererat hubungan antara konselor dan pihak orang tua serta klien, sehingga terjadi suatu hubungan yang dinamis dan harmonis. Hal ini akan sangat berpengaruh dan membantu dalam pengentasan masalah yang dialami peserta didik. Selain itu, konselor dapat memberikan saran kepada pihak orang tua dalam upaya memecahkan masalah yang dialami peserta didik. Dengan demikian, maka tercipta suatu keadaan yang kondusif untuk pengembangan potensi peserta didik.

E. Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya.
Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya peserta didik mengalami gangguan kejiwaan, maka perlunya penanganan dari pihak psikiater. Hal inilah yang melandasi kegiatan alih tangan kasus. Bahwa seorang konselor harus menggunakan prinsip follow up reference, dimana kasus-kasus yang tidak teratasi atau harus ditangani oleh pihak lain yang memiliki kompetensi di bidang tertentu. Konselor hendaknya menyerahkan masalah atau kasus kepada orang yang berkompetensi atau berprofesi di bidang yang tepat. Pihak terkait ini dapat berupa seorang psikiater, dokter, ahli agama dan lain-lain sesuai dengan masalah yang dialami peserta didik. Dengan kata lain, seorang konselor dituntut bijaksana dalam suatu masalah. Artinya, permasalahan yang tidak teratasi atau perlu ditangani oleh ahli hendaknya memindahkan penanganan kasus kepada pihak-pihak lain dalam upaya pengentasannya.

2. PENDEKATAN DAN TEKNIK BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Pendekatan Bimbingan dan Konseling
Kegiatan bimbingan dan konseling pada dasarnya merupakan pekerjaan profesional dan dalam melaksanakan tugas – tugas profesionalnya, seorang konselor perlu memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam menggunakan berbagai pendekatan sehingga kegiatan dapat berjalan dengan efektif. Adapun pendekatan bimbingan dan konseling menurut Dr. DYP Sugiharto, M.Pd adalah sebagai berikut: pendekatan behaviorisme, gestalt, psikoanaliss, rational emotive therapy (RET), dan trait and factor .

a. Pendekatan Behaviorisme
Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/ dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Karakteristik pendekatan ini adalah : Berfokus pada tingkah laku yang tampak, Cermat dan operasional dalam merumuskan tujuan konseling, Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik, Penilaian obyektif terhadap tujuan konseling. Tujuan bimbingan dan konseling menurut pendekatan behaviorisme ini adalah Menghapus/ menghilangkan tingkah laku mal-adaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Prinsip kerja teknik bimbingan dan konseling behavioral dapat dilakukan dengan memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien, mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan, memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung), merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Pendekatan ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya: Bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif, dan mengabaikan hubungan antar pribadi, Lebih terkonsentrasi kepada teknik, Pemilihan tujuan sering ditentukan oleh konselor, Konstruksi belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus diuji, Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk tingkah laku yang lain.

b. Pendekatan Gestalt
Konsep dasar pendekatan ini yaitu: Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan, Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut, Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Tujuan pendekatan ini antara lain: Klien dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/ orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya, Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh, Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya, Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself), meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat bertingkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestal terdiri dari: Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya. Orientasi Sekarang dan Di Sini, konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang, masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya, sehingga klien mampu mengintegrasikan kembali dirinya.
Keterbatasan dari pendekatan ini adalah pendekatan gestalt cenderung kurang memperhatikan faktor kognitif, Pendekatan gestalt menekankan tanggung jawab atas diri sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab pada orang lain, menjadi tidak produktif bila penggunaan teknik-teknik gestalt dikembangkan secara mekanis, Dapat terjadi klien sering bereaksi negatif terhadap sejumlah teknik gestalt karena merasa dirinya dianggap anak kecil atau orang bodoh.

c. Pendekatan Psikoanalisis
Konsep dasar pendekatan ini adalah: Manusia cenderung pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik, manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatn irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi pada masa lalu dari kehidupannya. Tingkah laku manusia: (1) ditujukan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan insting-instingnya, (2) dikendalikan oleh pengalaman-pengalaman masa lampau dan ditentukan oleh faktor-faltor interpersonal dan intrapsikis.
Tujuan bimbingan dan konseling menurut pendekatan ini adalah membantu klien untuk membentuk kembali struktur karakternya dengan mejadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh klien. Secara spesifik: membawa klien dari dorongan-dorongan yang ditekan, (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual, menghidupkan kembali masa lalu klien dengan menembus konflik yang direpres, memberikan kesempatan kepada klien untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya. Teknik-teknik konseling psikoanalisis diarahkan untuk mengembangkan suasana bebas tekanan.
Keterbatasan pendekatan ini adalah Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan, terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab individu berkurang, Cenderung meminimalkan rasionalitas, Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem dan konsep psikoanalisis, seperti konsep tentang energi psikis yang menentukan tingkah laku manusia.

d. Pendekatan Rasional-Emotif
Konsep dasar pendekatan ini adalah Manusia pada dasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional. Ketika berpikir dan bertingkah-laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah-laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi, baik yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irrasional. Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatief serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Albert Ellis menerapkan teori ABC (Antecedent Event, Belief, Concequence). Antecedent Event. Segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu, peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain seperti perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, seleksi masuk bagi calon karyawan. Belief, Keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi individu thp suatu peristiwa. Concequence, Konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau tidak senang dalam hubungannya dengan antecendent event.
Tujuan dari pendekatan ini adalah Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irrasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis, menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.

e. Pendekatan Trait and Factor
Konsep dasar dalam pendekatan ini adalah manusia merupakan sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Perkembangan kemajuan individu mulai dari masa bayi sampai dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan faktor. Telah banyak dilakukan usaha untuk menyusun kategori individu atas dasar dimensi sifat dan faktor. Manusia berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik atau buruk, makna hidup adalah mencari kebenaran dan berbuat baik serta menolak kejahatan, menjadi manusia seutuhnya tergantung pada hubungannya dengan orang lain.
Tujuan bimbingan dan konseling berdasarkan pendekatan ini adalah Membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelamahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir, membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan keterbatasan diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian.
Keterbatasan pendekatan ini adalah Pandangannya dikembangkan dalam situasi pendidikan dan kliennya dibatasi terutama kepada siswa-siswa yang memiliki keragaman derajat kemantapan dan tanggung jawab sendiri, pandangannya terlalu menekankan kepada pengendalian konselor dan hasil yang dicapai pada diri klien lebih banyak tergantung kepada keunggulan konselor dalam mengarahkan dan membatasi klien, Pandangannya dikembangkan dalam situasi pendidikan dan kliennya dibatasi terutama kepada siswa-siswa yang memiliki keragaman derajat kemantapan dan tanggung jawab sendiri, pandangannya terlalu menekankan kepada pengendalian konselor dan hasil yang dicapai pada diri klien lebih banyak tergantung kepada keunggulan konselor dalam mengarahkan dan membatasi klien.

2. Teknik-Teknik Bimbingan dan Konseling
a. Teknik Memahami individu melalui Tes dan Non Tes
Tes dan non tes merupakan bentuk dari alat evaluasi. Insrument evaluasi ini hendaknya mempunyai kriteria sebagai berikut: validitas, reliabilitas, objektifitas, prraktikabilitas. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling, tes dapat berupa tes hasil belajar, tes kemampuan khusus, tes minat, tes perkembangan vokasional, dan tes kepribadian. Bentuk non tes dapat berupa angket tertulis, wawancara, observasi, otobiografi, anektotal record (laporan singkat tentang berbagai kejadian atau prilaku siswa), skala penilaian, dan sosiometri (alat untuk mengumpulkan data tentang hubungan sosial dan tingkah laku sosial siswa).
b. Teknik Membantu individu
Sofyan S. Wilis (2004) menuliskan ada beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya:
A. Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
1. Meningkatkan harga diri klien.
2. Menciptakan suasana yang aman
3. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Contoh perilaku attending yang baik :
Kepala : melakukan anggukan jika setuju
Ekspresi wajah : tenang, ceria, senyum
Posisi tubuh : agak condong ke arah klien, jarak antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
Tangan : variasi gerakan tangan/lengan spontan berubah-ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat, menggunakan tangan untuk menekankan ucapan.
Mendengarkan : aktif penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Contoh perilaku attending yang tidak baik :
Kepala : kaku
Muka : kaku, ekspresi melamun, mengalihkan pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
Posisi tubuh : tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
Memutuskan pembicaraan, berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berfikir dan berbicara.
Perhatian : terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

B. Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
Terdapat dua macam empati, yaitu :
Empati primer, yaitu bentuk empati yang hanya berusaha memahami perasaan, pikiran dan keinginan klien, dengan tujuan agar klien dapat terlibat dan terbuka.Contoh ungkapan empati primer :” Saya dapat merasakan bagaimana perasaan Anda”. ” Saya dapat memahami pikiran Anda”.” Saya mengerti keinginan Anda”.
Empati tingkat tinggi, yaitu empati apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran keinginan serta pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut. Keikutan konselor tersebut membuat klien tersentuh dan terbuka untuk mengemukakan isi hati yang terdalam, berupa perasaan, pikiran, pengalaman termasuk penderitaannya. Contoh ungkapan empati tingkat tinggi : Saya dapat merasakan apa yang Anda rasakan, dan saya ikut terluka dengan pengalaman Anda itu”.

C. Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya. Terdapat tiga jenis refleksi, yaitu :
Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan adalah ….”
Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan…”
Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien. Contoh : ” Tampaknya yang Anda katakan suatu…”

D. Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi, terdapat tiga jenis dalam teknik eksplorasi, yaitu :
Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk dapat menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh :” Bisakah Anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan ….”
Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : ” Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide Anda tentang sekolah sambil bekerja”.
Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh :” Saya terkesan dengan pengalaman yang Anda lalui Namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan Anda”

E. Menangkap Pesan (Paraphrasing)
Menangkap Pesan (Paraphrasing) adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
Tujuan paraphrasing adalah : (1) untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien; (2) mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk ringkasan ; (3) memberi arah wawancara konseling; dan (4) pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Itu suatu pekerjaan yang baik, akan tetapi saya tidak mengambilnya. Saya tidak tahu mengapa demikian ? ”
Konselor : ” Tampaknya Anda masih ragu.”

F. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question). Pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak menggunakan kata tanya mengapa atau apa sebabnya. Pertanyaan semacam ini akan menyulitkan klien, jika dia tidak tahu alasan atau sebab-sebabnya. Oleh karenanya, lebih baik gunakan kata tanya apakah, bagaimana, adakah, dapatkah.
Contoh : ” Apakah Anda merasa ada sesuatu yang ingin kita bicarakan ? ”

G. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
Contoh dialog :
Klien : ”Saya berusaha meningkatkan prestasi dengan mengikuti belajar kelompok yang selama ini belum pernah saya lakukan”.
Konselor: ”Biasanya Anda menempati peringkat berapa ? ”.
Klien : ” Empat ”
Konselor: ” Sekarang berapa ? ”
Klien : ” Sebelas ”

H. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Dorongan minimal adalah teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikemukakan klien. Misalnya dengan menggunakan ungkapan : oh…, ya…., lalu…, terus….dan…
Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas pembicaraan klien.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya putus asa… dan saya nyaris… ” (klien menghentikan pembicaraan)
Konselor: ” ya…”
Klien : ” nekad bunuh diri”
Konselor: ” lalu…”

I. Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya pikir dengan berhenti sekolah dan memusatkan perhatian membantu orang tua merupakan bakti saya pada keluarga, karena adik-adik saya banyak dan amat membutuhkan biaya.”
Konselor : ” Pendidikan tingkat SMA pada masa sekarang adalah mutlak bagi semua warga negara. Terutama hidup di kota besar seperti Anda. Karena tantangan masa depan makin banyak, maka dibutuhkan manusia Indonesia yang berkualitas. Membantu orang tua memang harus, namun mungkin disayangkan jika orang seperti Anda yang tergolong akan meninggalkan SMA”.

J. Mengarahkan (Directing)
Yaitu teknik untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor atau menghayalkan sesuatu.
Klien : ” Ayah saya sering marah-marah tanpa sebab. Saya tak dapat lagi menahan diri. Akhirnya terjadi pertengkaran sengit.”
Konselor : ” Bisakah Anda mencobakan di depan saya, bagaimana sikap dan kata-kata ayah Anda jika memarahi Anda.”

K. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.
Contoh :
” Setelah kita berdiskusi beberapa waktu alangkah baiknya jika simpulkan dulu agar semakin jelas hasil pembicaraan kita. Dari materi materi pembicaraan yang kita diskusikan, kita sudah sampai pada dua hal: pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin jelas; kedua, namun masih ada hambatan yang akan hadapi, yaitu : sikap orang tua Anda yang menginginkan Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh sebagaimana tuntutan dari perusahaan yang akan Anda masuki.”

A. Memimpin (leading)
Yaitu teknik untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara konseling sehingga tujuan konseling .
Contoh dialog :
Klien :” Saya mungkin berfikir juga tentang masalah hubungan dengan pacar. Tapi bagaimana ya?”
Konselor : ” Sampai ini kepedulian Anda tertuju kuliah kuliah sambil bekerja. Mungkin Anda tinggal merinci kepedulian itu. Mengenai pacaran apakah termasuk dalam kerangka kepedulian Anda juga ?”

B. Fokus
Yaitu teknik untuk membantu klien memusatkan perhatian pada pokok pembicaraan. Pada umumnya dalam wawancara konseling, klien akan mengungkapkan sejumlah permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor seyogyanya dapat membantu klien agar dia dapat menentukan apa yang fokus masalah. Misalnya dengan mengatakan :
” Apakah tidak sebaiknya jika pokok pembicaraan kita berkisar dulu soal hubungan Anda dengan orang tua yang kurang harmonis ”.
Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya :
Fokus pada diri klien. Contoh : ” Tanti, Anda tidak yakin apa yang akan Anda lakukan ”.
Fokus pada orang lain. Contoh : ” Roni, telah membuat kamu menderita, Terangkanlah tentang dia dan apa yang telah dilakukannya ?”
Fokus pada topik. Contoh : ” Pengguguran kandungan ? Kamu memikirkan aborsi ? Pikirkanlah masak-masak dengan berbagai pertimbangan”.
Fokus mengenai budaya. Contoh: ” Mungkin budaya menyerah dan mengalah pada laki-laki harus diatas sendiri oleh kaum wanita. Wanita tak boleh menjadi obyek laki-laki.”

C. Konfrontasi
Yaitu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi antara perkataan dengan perbuatan atau bahasa badan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan, dan sebagainya. Tujuannya adalah : (1) mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur; (2) meningkatkan potensi klien; (3) membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.
Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan : (1) memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan cara dan waktu yang tepat; (2) tidak menilai apalagi menyalahkan; (3) dilakukan dengan perilaku attending dan empati.
Contoh dialog :
Klien : ” Saya baik-baik saja”.(suara rendah, wajah murung, posisi tubuh gelisah).”
Konselor :” Anda mengatakan baik-baik saja, tapi kelihatannya ada yang tidak beres”. ”Saya melihat ada perbedaan antara ucapan dengan kenyataan diri ”.

D. Menjernihkan (Clarifying)
Yaitu teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar, kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah : (1) mengundang klien untuk menyatakan pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-alasan yang logis, (2) agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
Contoh dialog :
Klien : ” Perubahan yang terjadi di keluarga saya membuat saya bingung. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin di rumah itu.”
Konselor : ”Bisakah Anda menjelaskan persoalan pokoknya ? Misalnya peran ayah, ibu, atau saudara-saudara Anda.”

E. Memudahkan (facilitating)
Yaitu teknik untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas. Contoh :
” Saya yakin Anda akan berbicara apa adanya, karena saya akan mendengarkan dengan sebaik-baiknya.”

F. Diam
Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 – 10 detik, komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah (1) menanti klien sedang berfikir; (2) sevagai protes jika klien ngomong berbelit-belit; (3) menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien babas bicara.
Contoh dialog :
Klien :”Saya tidak senang dengan perilaku guru itu”
Konselor :”…………..” (diam)
Klien :” Saya..harus bagaimana.., Saya.. tidak tahu..
Konselor :”…………..” (diam)

G. Mengambil Inisiatif
Teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan : (1) mengambil inisiatif jika klien kurang semangat; (2) jika klien lambat berfikir untuk mengambil keputusan; (3) jika klien kehilangan arah pembicaraan.
Contoh:
” Baiklah, saya pikir Anda mempunyai satu keputusan namun masih belum keluar. Coba Anda renungkan kembali”.

G. Memberi Nasehat
Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.
Contoh respons konselor terhadap permintaan klien : ” Apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat Anda ? Sebab, dalam hal seperti ini saya yakin Anda lebih mengetahuinya dari pada saya.”

H. Pemberian informasi
Sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.
Contoh :
” Mengenai berapa biaya masuk ke Universitas Pendidikan Indonesia, saya sarankan Anda bisa langsung bertanya ke pihak UPI atau Anda berkunjung ke situs www.upi.com di internet”.

I. Merencanakan
Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk kemajuan klien.
Contoh :
” Nah, apakah tidak lebih baik jika Anda mulai menyusun rencana yang baik berpedoman hasil pembicaraan kita sejak tadi ”

J. Menyimpulkan
Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang menyangkut : (1) bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai kecemasan; (2) memantapkan rencana klien; (3) pemahaman baru klien; dan (4) pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya, jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.

Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Prayitno. (2001). Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
www.konselingindonesia.com

Sabtu, Oktober 17, 2009

Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam, khususnya di Indonesia mempunyai peranan penting dalam sejarah perjalanan pendidikan.di Indonesia secara global. Untuk itu, perlunya kita mengetahui informasi dan sejarah mengenai hal ini secara komprehensif.
Fase demi fase dalam perjalanan pendidikan Islam di Indonesia tentunya telah membawa kita pada perkembangan pendidikan pada saat ini. Sejarah pendidikan di Indonesia secara garis besar akan memberikan tiga point penting bagi masyarakat Indonesia. Pertama, kita dapat mengetahui dan memahami fakta-fakta pertumbuhan dan perkembangan sejarah pendidikan Islam. Kedua, dapat melakukan studi komparatif terhadap manfaat dari proses pendidikan yang dapat dijadikan acuan-acuan dalam pemecahan problematika pendidikan Islam pada saat ini. Ketiga, dapat menumbuhkan sikap positif terhadap inovasi-inovasi di dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia.
Dari pemaparan di atas, sejarah mengandung kekuatan-kekuatan yang dapat menimbulkan semangat dan dinamisme serta lahirnya nilai-nilai baru dalam perkembangan kehidupan manusia. Hal ini sangat beralasan mengingat pendidikan Islam sendiri berpedoman pada Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat teladan, semangat, serta perbaikan keadaan.
Mengingat luasnya pembahasan masalah sejarah pendidikan Islam di Indonesia ini, maka makalah ini kami batasi dengan cara periodisasi secara singkat dengan tetap diarahkan kepada ide-ide, konsep-konsep, institusi dan operasionalisasi pendidikan Islam di Indonesia.

B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana proses masuknya Islam di Indonesia?
2.    Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Proses Masuknya Islam di Indonesia
Ada tiga teori mengenai masuknya Islam di Indonesia yaitu teori Gujarat, teori Persia, dan teori Mekah (Rukiati, dkk, 2006:23).
1.    Teori Gujarat
Teori ini dicetus oleh Snouck Hurgronje, dalam bukunya L’Arabiee et les Indes Neederlandaises ia menyebutkan bahwa bangsa Arab kurang berperan dalam penyebaran Islam di Indonesia, hubungan Indonesia-India telah lama terjalin dan inskripsi tertua tentang Islam terdapat di Sumatera dengan Gujarat.
2.    Teori Persia
Di Indonesia teori ini dikembangkan oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat yang lebih menekankan pada aspek kebudayaan yang hamper sama dengan Persia seperti peringatan 10 Muharram sebagai hari peringatan Syiah atas kematian syahidnya Husain, adanya kesamaan ajaran Syaikh Siti Jenar dengan ajaran sufi Iran Al-Hallaj, dan lain-lain (Rukiati, 2006:26).
3.    Teori Mekah
Hamka menyatakan dalam Seminar Sejarah Masuknya Agama Islam ke Indonesia, di Medan tanggal 17-20 Maret 1963 bahwa Islam masuk pada abad ke-7 Masehi (Rukiati, 2006:24). Analisis Hamka terhadap Mahzab Syafi’I yang berpengaruh besar di Indonesia, peninggalan mata uang Arab yang tersebar di kota-kota Eropa, Afrika, Asia. Analisis lainnya bahwa pada abad ke-7 M terdapat perkampungan Arab di pantai barat Sumatera.
Hal ini juga sejalan engan Ketetapan Majelis Musyawarah yang ditujukan kepada Ketua Seminar Masuknya Islam di Indonesia bahwa yang pertama memasukkan islam ke Indonesia adalah para syarif Alawiyin dari Hadramaut yang bermahzab Syafi’I (Al-Aydrus, 1996:55).
Teori yang ketiga ini merupakan teori yang mempunyai bukti-bukti yang kuat, hal ini akan sejalan apabila masuknya islam di Indonesia dibenturkan dengan sejarah nasab para Syarif Alawiyin ini, diantaranya kitab Al-Jawahir As-Saniyyah fi Nasabah Al-Itrah Al Huseiniyyah oleh Abul HAsan Ali bin Abu Bakar bin Syeikh As-Saqqof dan kitab Al-Masyra ‘Al-Rawi yang di dalamnya disebutkan nama-nama ulama Syarif Alawiyin Hadramaut yang masuk ke Indonesia (Al-Aydrus, 1996:58).
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
-    Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
-    Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasai.
-    Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
-    Keterangan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
-    Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
a.    Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran
b.    Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
c.    Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
d.    Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
e.    Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.

B.    Periode Kekuasaan Kerajaan-Kerajaan Islam
1.    Sejarah Pendidikan Islam di Sumatera
Terdapat beberapa kerajaan Islam di Sumatera seperti kerajaan Perlak yang merupakan kerajaan Islam tertua di Indonesia, Samudera Pasai (Abad ke 10 M) yang raja pertamanya Al Malik Ibrahim bin Mahdum, Aceh Darussalam (1511-1874), kerajaan Siak yang raja pertamanya Abdul Jalili Rachmad Syah (1723-1746). Masa kejayaan pendidikan Islam di Aceh yaitu pada masa pemerintahan Iskandar Muda seperti munculnya ulama-ulama besar. Salah satunya Syekh Abdur Rauf adalah ulama yang menterjemahkan  Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu yang bernama Tarjamahul Mustafid bil Jawi (Rukiati, 2006:39)
a.    Sejarah Pendidikan Di Aceh
Pada zaman Samudera Pasai terdapat sistem pendidikan yang berlaku diantaranya: Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat ialah fiqih Mahzab Syafi’I, berjalan secara informal berupa majelis ta’lim dan halaqah, tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama, dan biaya pendidikan bersuimber dari Negara. Pada kerajaan Aceh Darussalam juga terdapat lembaga pendidikan diantaranya:
-    Balai Seutia Hukuma    :    tempat pengembangan ilmu pengetahuan
-    Balai Seutia Ulama    :    mengurus masalah pendidikan dan pengajaran.
-    Balai Jama’ah Himpunan Ulama    :    tempat ulama dan sarjana untuk bertukar pikiran membahas masalah pendidikan.
-    Meunasah    :    setingkat SD. Menulis dan membaca huruf arab, ilmu agama, bahasa jawi/melayu, akhlak, dan sejarah Islam.
-    Rangkang    :    merupakan masjid, pendidikannya setingkat MTs dengan materi bahasa arab, ilmu bumi, hisab, akhlak, fiqih.
-    Dayah    :    merupakan setingkat MA dengan materi fiqih, bahasa arab, tauhid, tasawuf, ilmu bumi, sejarah, ilmu pasti dan faraid.
-    Dayah Teuku Cik    :    merupakan setingkat akademi dengan materi fiqih, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, bahasa dan sastra arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq, filsafat. (Rukiati, 2006:32).
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
-    Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
-       Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
-    Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
-    Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
-    Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
-    Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
-    Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
-    Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
-    Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim, 1991: 76)
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim. (Hasbullah, 2001: 32).
b.    Sejarah Pendidikan di Minangkabau
Islam masuk kira-kira tahun 1250 M Untuk jalannya pendidikan Islam, didirikan balai adat, masjid, air tepian, pasar. Perkembangan Islam di Minangkabau cukup pesat. Pada tahun 1803, tiga orang anak Minangkabau melaksanakan ibadah haji di Mekah dan mempelajari ajaran wahabi. Pada tahun 1909-1930, lahirlah madsarah seperti sekolah adabiyah di Padang oleh Syaikh Abdullah Ahmad dan sekolah tinggi Islam oleh Mahmud Yunus pada 9 Desember 1940.
c.    Sejarah Pendidikan Islam di Jambi
Adapun pesantren/madrasah yang ada di Jambi pada masa ini adalah sebagai berikut:
-    Pesantren Nurul Iman, didirikan pada tahun 133 H oleh H. Abd. Samad dan sistem pengajarannya masih menggunakan sistem halaqah.
-    Madrasah Sa’adatud Darain yang didirikan oleh H. Ahmad Syakur.
-    Madrasah Nurul Islam yang didirikan oleh Kamas H. Muh. Saleh.
-    Madrasah Jauharain, didirikan oleh H. Abd. Majid pada tahun 1340.
-    Madrasah As’ad, didirikan oleh K.Abd. Kadir pada tahun 1952. (Rukiati, 2006:38).
Sistem pendidikan yang sama juga berlaku untuk wilayah Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Lampung.

2.    Sejarah Pendidikan Islam di Jawa
a.    Masa Kerajaan Demak (1500-1550 M)
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah. Pada masa ini terdapat kitab-kitab agama Islam yang kita kenal primbon, berisi catatan tentang ilmu agama, do’a, obat-obatan, ilmu ghaib, dan sebagainya. Terdapat juga Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasita Jati Sunang Geseng. Kitab ini berbentuk diktat dan didikan dan ajaran mistik yang ditulis tangan. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara propaganda tingkah laku dan perbuatan, serta secara berangsur-angsur dalam menjalankan syari’at. Selain itu, d itempat-tempat sentral didiriakn masjid yang dipimpin oleh seorang badal yang merupakan sumber ilmu dan pusat pengajaran dan pendidikan. Wali suatu daerah dikenal dengan panggilan sunan. (Rukiati, 2006:41). Peyebaran Islam pada saat ini cukup pesat disebabkan penyebarannya mencakup segala sendi kehidupan misalnya filsafat hidup, kesenian, kesusilaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan sebagainya dibenturkan dengan konsep-konsep pendidikan Islam.
b.    Masa Kerajaan Mataram (1575-1757 M)
Penyebaran Islam dari Demak dilanjutkan ke Pajang yang kemudian ke Mataram. Jawa Timur dan Mataram berhasil dipersatukan pada masa Sultan Agung. Penyebaran Islam dilakukan dengan akulturasi Islam ke dalam kebudayaan lama yang bercorak Indonesia asli dan Hindu, seperti:
-    Gerebeg disesuaikan dengan Idul Fitri dan maulid yang dikenal dengan gerebeg poso dan mulud.
-    Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg mulud di halaman masjid.
Selain itu, di ibukota didirikan masjid Gede yang dikepalai oleh penghulu dengan 40 orang pegawai. Di tiap kota didirikan masjid kewedanaan yang dipimpin oleh Naib dengan 11 orang pegawai dan di tiap desa didirikan masjid desa yang dikepalai oleh seorang modin dengan bantuan 4 orang pegawai. Di masjid ini dilakukan pengajian Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran Islam seperti cara ibadah. Pendidikan Islam di tanah Jawa kemudian menyebar di Bandar-bandar seperti Sunda Kelapa, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya dan sekitarnya (Rukiati, 2006:43).
Selain itu, penyebaran agama Islam di Jawa tidak lepas dari peranan penting para wali yang dikenal dengan wali songo. Wali songo ini terdiri dari sembilan wali dengan gelar sunan yaitu:
-    Maulana Malik Ibrahim, menyebarkan Islam di daerah Jawa Timur tepatnya di Gresik.
-    Sunan Ampel (Raden Rahmat) yang memusatkan dakwahnya di Ampel Surabaya.
-    Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim), menyebarkan agama Islam di Jawa Timur, Tuban.
-    Sunan Giri (Raden Paku), melakukan penyebaran di Giri.
-    Sunan Drajat (Syaripudin), memusatkan dakwahnya di Sedayu, Jawa Timur.
-    Sunan Kudus (Jafar Shidiq), menyebarkan Islam di daerah Kudus.
-    Sunan Kalijaga (R.M. Syahid), menyebarkan ajaran Islam di Demak.
-    Sunan Muria (Raden Prawoto) putra Sunan Kalijaga yang dalam dakwahnya lebih mencurahkan pada ajaran tasawuf.
-    Sunan Gunung Jati (Fatahillah atau Syekh Nurullah) menyebarkan ajaran Islam di daerah Jawa Barat, yaitu daerah Cirebon. (Rukiati, 2006:45).

3.    Sejarah Pendidikan Islam di Maluku
Penyebaran Islam di Maluku dibawa oleh para mubalig dari Jawa. Raja yang terkenal yaitu Zainal Abidin (1486-1500). Penyebaran di Maluku mendapat tantangan yaitu orang-orang yang masih animisme dan misi Katolik dari Portugis oleh Fransiscus Xaverius (1546) sehingga keadaan di Maluku terbagi ke dalam:
-    Maluku Utara, yang mayoritas Islam.
-    Maluku Selatan, yang minoritas Islam.
-    Maluku Tengah, penyebaran Islam di daerah ini seimbang. Terdapat sebuah madrasah di Ambon yaitu Madrasah Mahasinul Akhlak. (Rukiati, 2006:46).

4.    Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.
Ada juga yang mengatakan bahwa Islam masuk pada abad 15 M oleh mubalig dari Jawa yang merupakan pengaruh dari Sunan Giri dan Sunan Bonang. Perkembangan Islam tumbuh sejak berdirinya kerajaan Islam di Bandar oleh Sultan Suriansyah (Pangeran Samudera). Di Kalimantan juga pada tahun 1716 M terdapat ulama besar yaitu Syeikh Arsyad Al-Banjiri (Rukiati, 2006:46) dan pada masa ini juga terdapat madrasah-madrasah yaitu:
c.    Pesantren/Madrasah di Kalimantan Barat.
Madrasah tertua di daerah ini adalah Madrasatun Najah Wal Fatah di Sei BAkau Besar Mempawah yang didirikan pada tahun 1918 M. madrasah lainnya:
-    Madrasah Perguruan Islam di Sambas (1922 M)
-    Madrasah Al-Raudhatul Islamiyah di Pontianak (1936)
-    Persatuan madrasah-madrasah Islam (PERMI) Indonesia Pontianak yang didirikan pada tahun 1954 M dengan maksud:
o    Menyatukan nama-nama madrasah dengan nama yang sederhana, yaitu Madrasah Islam Al-Ibtidaiyah (SRI) dan Madrasah Islam Tsanawiyah (SMIP).
o    Menyatukan leerplan  dari kitab-kitabnya.
o    Mendirikan satu ikatan sebagai federasi.
Selain itu, pada tanggal 15 Oktober 1946 di Banjarmasin didirikan Sekolah Menengah Pertama, pada tahun 1928 juga telah didirikan Sekolah Normal Islam Amuntai
d.    Perkumpulan Ikatan Madrasah-Madrasah Islam (IMI) pada tahun 1945.
Perkumpulan ini mempunyai tujuan dan maksud, yaitu:
-    Menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam
-    Memperluas berdirinya perguruan-perguruan Islam
-    Memperbaiki organisasi dan leerplan perguruan-perguruan Islam yang telah ada agar sesuai dengan hajat masyarakat. (Rukiati, 2006:48)

5.    Sejarah Pendidikan Islam di Sulawesi
Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.
Syekh As’ad di Singkang salah seorang yang berjasa dalam perkembangan pondok/pesantren. Sistem pengajarannya sama dengan sistem pengajaran yang ada di Jawa, Sumatera dan daerah lainnya. Madrasah-madrasah di Sulawesi diantaranya adalah Madrasah Amiriah Islamiah di Bone (Sulawesi Selatan tahun 1933). Pelindung utama madrasah ini adalah Raja Bone, Andi Mappankjuki. Ilmu yang diajarkan tidak ilmu agama saja, melainkan juga pengetahuan umum. Madrasah ini mempunyai tiga bagian, yaitu: Ibtidaiyah (50% ilmu agama dan 50% pengetahuan umum), Tsanawiyah (60% ilmu agama dan 40% pengetahuan umum), Mu’alimin (80% ilmu agama dan 20% pengetahuan umum). (Rukiati, 2006:51).

6.    Sejarah Pendidikan Islam di Nusa Tenggara
Islam masuk ke Nusa Tenggara seiring dengan penaklukan daerah Bone (1606 M), Bima, dan Buton (1626 M) oleh kerajaan Goa. Dengan ditaklukkannya daerah tersebut maka penyebaran Islam sampai ke Nusa Tenggara yang akhirnya menyebar dari Lombok, Bima, Sumbawa, Buton.
Pada tahun 1943 didirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah oleh K.H. Muhammad Zainudin. Madrasah ini mempunyai bagian yaitu: Tahdliryah, Ibtidaiyah, Mu’alimin, SMI, dan PGA. (Rukiati, 2006:53). Pada akhir 1372 H, tepatnya tanggal 15 Jumadil Akhir (1 Maret 1953 M) Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah dengan seluruh cabangnya diorganisasikan dengan nama Nahdlatul Wathan (NW) yaitu organisasi pendidikan dan social yang berpusat di Pancor (Lombok Timur). (Rukiati, 2006:54)

C.    Pendidikan Islam pada Zaman Penjajahan Belanda dan Jepang
1.    Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Belanda
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Kondisi pendidikan di zaman VOC juga tidak melebihi perkembangan pendidikan di zaman Portugis atau Spanyol. Pendidikan diadakan untuk memenuhi kebutuhan para pegawai VOC dan keluarganya di samping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah terlatih dari kalangan penduduk pribumi. VOC memang mendirikan sekolah-sekolah baru selain mengambil alih lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya berstatus milik penguasa kolonial Portugis atau gereja Katholik Roma. Secara geografis, pusat pendidikan yang dikelola VOC juga relative terbatas di daerah Maluku dan sekitarnya. Di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, VOC memilih untuk tidak melakukan kontak langsung dengan penduduk, tetapi mempergunakan mediasi para penguasa lokal pribumi. Jikalaupun ada, itu hanya berada di pusat konsentrasi pendudukannya yang ditujukan bagi para pegawai dan keluarganya.
Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
(1)    Pendidikan Dasar
Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi kedalam 3 kelas berdasar rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet dan mengeja kata-kata. Proses kenaikan kelas tidak jelas disebutkan, hanya didasarkan pada kemampuan secara individual.
(2)    Sekolah Latin
Diawali dengan sistem numpang-tinggal (in de kost) di rumah pendeta tahun 1642.
(3)    Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
Sekolah untuk mendidik calon-calon pendeta, yang didirikan pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta.
(4)    Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
Berdiri tahun 1743, dimaksudkan untuk mendidik calon perwira pelayaran dengan lama studi 6 tahun.
(5)    Sekolah Cina
Didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740.
(6)    Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.

Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya.
Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:
(1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu; (2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial; (3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa.; (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial. Jadi secara tidak langsung, Belanda telah memanfaatkan kelas aristokrat pribumi untuk melanggengkan status quo kekuasaan kolonial di Indonesia (Najamuddin, 2005:15).

2.    Pendidikan Islam di Zaman Penjajahan Jepang
Didorong semangat untuk mengembangkan pengaruh dan wilayah sebagai bagian dari rencana membentuk Asia Timur Raya yang meliputi Manchuria, Daratan China, Kepulauan Filiphina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Indo China dan Rusia di bawah kepemimpinan Jepang, negera ini mulai melakukan ekspansi militer ke berbagai negara sekitarnya tersebut. Dengan konsep “Hakko Ichiu” (Kemakmuran Bersama Asia Raya) dan semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, bangsa fasis inipun menargetkan Indonesia sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi besarnya. Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan Pasifik.
Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. (4) Pendidikan Tinggi.
Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya dengan menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan the Triple Movement yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi). Karena itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut dicatat bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia Raya.
Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain: (1) Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu; (2) Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang; (3) Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang; (4) Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta (5) Olaharaga dan nyanyian Jepang.
Setelah menguasai Indonesia, Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda, pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Termasuk yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan China kembali ke sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui, yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan identitas sebagai keturunan bangsa China).
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain: (1) Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari. Di daerah-daerah dibentuk Sumuka; (2) Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang; (3) Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin; (4) Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta; (4) Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan; dan (5) Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.
D.    Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan
1.    Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan I (1945-1965)
Setelah merdeka, pendidikan agama mendapat perhatian yang cukup serius dari pemerintah. Hal ini tampak pada bantuan terhadap lembaga yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945. Badan ini menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat akar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah mendapat perhatian dan bantuan material dari pemerintah. (Rukiati, 2006:65).
Peristiwa penting adalah integrasi pelajaran agama dan pelajaran umum. Keberadaan madrasah sudah diakui dan sederajat dengan SMP dan SMA umum yang dikelola oleh Depdikbud, jauh sebelum ditetapkan UU No. 2 Tahun 1989. hal ini bias dilihat dengan adanya SKB 3 Menteri antara Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1976. selanjutnya diikuti oleh SKB 2 Menteri, antara Menteri Agama Nomor 0.45/1984 dengan Menteri P dan K Nomor 0299/V/1984, tentang pembukuan Kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah. Dalam hal tersebut dinyatakan bahwa lulusan madrasah dapat dan boleh melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi. (Rukiati, 2006:69).

2.    Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan II (dimulai tahun 1965)
Masa ini adalah masa peralihan dari orde lama ke orde baru. Pada masa ini adanya peluang dan kesempatan untuk berkembangnya pendidikan Islam secara terintegrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Th. 1989 dilihat dari beberapa pasal:
-    Pasal 1 ayat 2. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
-    Pasal 4 tentang Tujuan Pendidikan Nasional
-    Pasal 10 tentang pendidikan di dalam keluarga
-    Pasal 11 tentang pentingnya pendidikan keagamaan
Dari hal di atas dapat diasumsikan bahwa kesuksesan pendidikan nasional tidak lepas dari peranan pendidikan agama. Hingga saat ini hal ini telah diwujudkan dengan adanya sekolah MI, MTs, MA, dan Universitas Islam yang tentunya memberikan peranan penting dalam dinamisasi pendidikan Islam di Indonesia.

E.    Peranan Organisasi Islam di Indonesia
1.    Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 35 juta. NU seringkali dikategorikan sebagai Islam traditionalis, salah satunya karena sistem pendidikan pesantrennya. Pesantren adalah sekolah agama Islam yang dikelola oleh para kiai NU, dan biasanya menyediakan penginapan bagi murid-muridnya. Pesantren pada umumnya mengajarkan cara membaca dan menulis Al-Quran dalam bahasa Arab, menghapal ayat-ayat suci Al-Quran, pelajaran agama Islam lainnya, dan juga ilmu dan pengetahuan umum.
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1928 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bidah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama: KH Mohammad Hasyim Asy'arie 1926 - 1947, KH Abdul Wahab Chasbullah 1947 - 1971, KH Bisri Syansuri 1972 - 1980, KH Muhammad Ali Maksum 1980 - 1984, KH Achmad Muhammad Hasan Siddiq 1984 - 1991, KH Ali Yafie (pjs) 1991 - 1992, KH Mohammad Ilyas Ruhiat 1992 - 1999, KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz 1999 - sekarang
Tujuan Organisasi Nahdlatul Ulama adalah Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usaha Organisasi Nahdlatul Ulama, yaitu:
1.    Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2.    Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
3.    Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4.    Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
5.    Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

2.    Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad s.a.w. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiayah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah.
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), daerah pengaruh Muhammadiyah masih terbatas di karesidenan Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.
Daftar Pimpinan Muhammadiyah Indonesia antara lain: KH Ahmad Dahlan 1912-1922, KH Ibrahim 1923-1934, KH Hisyam 1935 - 1936, KH Mas Mansur 1937 - 1941, Ki Bagus Hadikusuma 1942 - 1953, Buya AR Sutan Mansur 1956, H.M. Yunus Anis 1959, KH. Ahmad Badawi 1962 - 1965, KH. Faqih Usman 1968, KH. AR Fachruddin 1971 - 1985, KHA. Azhar Basyir, M.A. 1990, Prof. Dr. H. M. Amien Rais 1995, Prof. Dr. H.A. Syafii Ma'arif 1998 - 2005, Prof. Dr. HM Din Syamsuddin 2005 - 2010.
BAB III
KESIMPULAN

Sejarah pendidikan Islam di Indonesia dari masa ke masa selalu mengalami kemajuan dan kerkembangan. Situasi dinamis ini bermula dari sejarah masuknya Islam yang dibawa oleh para Syarif Alawiyin dari hadramaut. Pertumbuhan pendidikan Islam berkembang seara terus-menerus hingga masa kerajaan Islam yang masuk melalui Sumatera. Pada zaman penjajahan Belanda maupun Jepang pendidikan Islam mengalami kemajuan yang lambat. Hal ini disebabkan oleh intervensi penuh dari pihak penjajah. Namun pendidikan Islam kembali menemukan jiwanya pada masa kemerdekaan hingga saat ini terbukti oleh betapa berpengaruhnya organisasi Islam serta lembaga-lembaga Islam lainnya, serta peranan pesantren. Hal ini juga didukung oleh sekolah-sekolah Islam hingga Universitas Islam saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: CV. Rajawali. 1983
Najamuddin. Perjalanan Pendidikan di Tanah Air. Jakarta: Rineka Cipta. 2005.
Al-Aydrus, Muhammad Hasan. Penyebaran Islam di Asia Tenggara. Asyraf Hadhramaut dan Peranannya. Jakarta: Lentera. 1997.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001
Ibrahim, M. Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: CV. Tumaritis. 1991
Mustofa.A, aly, Abdullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Untuk Fakultas Tarbiyah. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1999.
Rukiati, K. Enung. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2006.
http://dahlanforum.wordpress.com.Agama Islam di Indonesia. Tanggal 16 Oktober 2009 pukul 14.00
www.nanpunya.wordpress.com.penyebaran islam di Indonesia. Tanggal 16 Oktober 2009 pukul 14.00
http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama. Tanggal 16 Oktober 2009 pukul 14.00
http://www.muhammadiyah.or.id. Tanggal 16 Oktober 2009 pukul 14.00

Sabtu, Oktober 10, 2009

FOTOGRAFI





Kata Fotografi diambil dari Yunani yaitu kata Fotos yang berarti sinar atau cahaya, dan Grafos yang bararti gambar. Dalam seni rupa, fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.
Prinsip fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghasilkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).
Pada umumnya semua hasil karya fotografi dikerjakan dengan kamera, dan kebanyakan kamera memiliki cara kerja yang sama dengan cara kerja mata manusia. Seperti halnya mata, kamera memiliki lensa, dan mengambil pantulan cahaya terhadap suatu objek dan menjadi sebuah image. Tetapi, sebuah kamera dapat merekam sebuah image kedalam sebuah film dan hasilny tidak hanya bisa dibuat permanen tetapi dapat pula diperbanyak, dan diperlihatkan kepada orang lain. Sedangkan mata, hanya dapat merekam image kedalam memori otak dan tidak bisa dilihat secara langsung kepada orang lain.
Untuk menghasilkan ukuran cahaya yang tepat untuk menghasilkan bayangan, digunakan bantuan alat ukur lightmeter. Setelah mendapat ukuran cahaya yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur cahaya tersebut dengan mengatur ASA (ISO Speed), diafragma (aperture), dan penggunaan filter. (berbagai sumber)

Jumat, Oktober 09, 2009

इन्फोर्मासी Komputer

Pengertian Komputer

Kata komputer berasal dari bahasa Latin yaitu Computare yang artinya menghitung. Dalam bahasa Inggris disebut to compute. Secara definisi komputer diterjemahkan sebagai sekumpulan alat elektronik yang saling bekerja sama, dapat menerima data (input), mengolah data (proses) dan memberikan informasi (output) serta terkoordinasi dibawah kontrol program yang tersimpan di memorinya. Jadi cara kerja komputer dapat kita gambarkan sebagai berikut

1. Input Device, adalah perangkat-perangkat keras komputer yang berfungsi untuk memasukkan data ke dalam memori komputer, seperti keyboard, mouse, joystick dan lain-lain.

2. Prosesor, adalah perangkat utama komputer yang mengelola seluruh aktifitas komputer itu sendiri. Prosesor terdiri dari dua bagian utama, yaitu ;

* Control Unit (CU), merupakan komponen utama prosesor yang mengontrol semua perangkat yang terpasang pada komputer, mulai dari input device sampai output device.
* Arithmetic Logic Unit (ALU), merupakan bagian dari prosesor yang khusus mengolah data aritmatika (menambah, mengurang dll) serta data logika (perbandingan).

3. Memori adalah media penyimpan data pada komputer.

Memori terbagi atas dua macam, yaitu ;

* Read Only Memory (ROM), yaitu memori yang hanya bisa dibaca saja, tidak dapat dirubah dan dihapus dan sudah diisi oleh pabrik pembuat komputer. Isi ROM diperlukan pada saat komputer dihidupkan. Perintah yang ada pada ROM sebagian akan dipindahkan ke RAM. Perintah yang ada di ROM antara lain adalah perintah untuk membaca sistem operasi dari disk, perintah untuk mencek semua peralatan yang ada di unit sistem dan perintah untuk menampilkan pesan di layar. Isi ROM tidak akan hilang meskipun tidak ada aliran listrik. Tapi pada saat sekarang ini ROM telah mengalami perkembangan dan banyak macamnya, diantaranya :

· PROM (Programable ROM), yaitu ROM yang bisa kita program kembali dengan catatan hanya boleh satu kali perubahan setelah itu tidak dapat lagi diprogram.

· RPROM (Re-Programable ROM), merupakan perkembangan dari versi PROM dimana kita dapat melakukan perubahan berulangkali sesuai dengan yang diinginkan.

· EPROM (Erasable Program ROM), merupakan ROM yangdapat kita hapus dan program kembali, tapi cara penghapusannya dengan menggunakan sinar ultraviolet.

· EEPROM (Electrically Erasable Program ROM), perkembangan mutakhir dari ROM dimana kita dapat mengubahdan menghapus program ROM dengan menggunakan teknikelektrik. EEPROM ini merupakan jenis yang paling banyak digunakan saat ini.

* Random Access Memori (RAM), dari namanya kita dapat artikan bahwa RAM adalah memori yang dapat diakses secara random. RAM berfungsi untuk menyimpan program yang kita olah untuk sementara waktu (power on) jika komputer kita matikan, maka seluruh data yang tersimpan dalam RAM akan hilang. Tujuan dari RAM ini adalah mempercepat pemroses data pada komputer. Agar data yang kita buat tidak dapat hilang pada saat komputer dimatikan, maka diperlukan media penyimpanan eksternal, seperti Disket, Harddisk, flash disk, PCMCIA card dan lain-lain.

4. Output Device, adalah perangkat komputer yang berguna untuk menghasilkan keluaran, apakah itu ke kertas (hardcopy), ke layar monitor (softcopy) atau keluaran berupa suara. Contohnya printer, speaker, plotter, monitor dan banyak yang lainnya. Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa prinsip kerja komputer tersebut diawali memasukkan data dari perangkat input, lalu data tersebut diolah sedemikian rupa oleh CPU sesuai yang kita inginkan dan data yang telah diolah tadi disimpan dalam memori komputer atau disk. Data yang disimpan dapat kita lihat hasilnya melalui perangkat keluaran.

Komponen-Komponen Komputer

Komputer terdiri dari tiga komponen utama yang tidak dapat dipisahkan, yaitu ;

1. Hardware (perangkat keras), Merupakan peralatan fisik dari komputer yang dapat kita lihat dan rasakan. Hardware ini terdiri dari ;

* Input/Output Device (I/O Device) Terdiri dari perangkat masukan dan keluaran, seperti keyboard dan printer.
* Storage Device (perangkat penyimpanan) Merupakan media untuk menyimpan data seperti disket, harddisk, CD-I, flash disk dll.
* Monitor /Screen Monitor merupakan sarana untuk menampilkan apa yang kita ketikkan pada papan keyboard setelah diolah oleh prosesor. Monitor disebut juga dengan Visual Display Unit (VDU).
* Casing Unit adalah tempat dari semua peralatan komputer, baik itu motherboard, card, peripheral lain dan Central Procesing Unit (CPU).Casing unit ini disebut juga dengan System Unit.
* Central Procesing Unit (CPU) adalah salah satu bagian komputer yang paling penting, karena jenis prosesor menentukan pula jenis komputer. Baik tidaknya suatu komputer, jenis komputer, harga komputer, ditentukan terutama oleh jenis prosesornya.Semakin canggih prosesor komputer, maka kemampuannya akan semakin baik dan biasanya harganya akan semakin mahal.

2. Software (perangkat lunak), merupakan program-program komputer yang berguna untuk menjalankan suatu pekerjaan sesuai dengan yang dikehendaki. Program tersebut ditulis dengan bahasa khusus yang dimengerti oleh komputer. Software terdiri dari beberapa jenis, yaitu ;

* Sistem Operasi, seperti DOS, Unix, Linux, Novell, OS/2, Windows, Adalah software yang berfungsi untuk mengaktifkan seluruh perangkat yang terpasang pada komputer sehingga masing-masingnya dapat saling berkomunikasi. Tanpa ada sistem operasi maka komputer tak dapat difungsikan sama sekali.
* Program Utility, seperti Norton Utility, Scandisk, PC Tools, dll.Program utility berfungsi untuk membantu atau mengisikekurangan/kelemahan dari system operasi, misalnya PC Tools dapat melakukan perintah format sebagaimana DOS, tapi PC Tools mampu memberikan keterang dan animasi yang bagus dalam proses pemformatan. File yang telah dihapus oleh DOS tidak dapat dikembalikan lagi tapi dengan program bantu hal ini dapat dilakukan.
* Program Aplikasi, seperti GL, MYOB, Payroll dll. Merupakan program yang khusus melakukan suatu pekerjaan tertentu, seperti program gaji pada suatu perusahaan. Maka program ini hanya digunakan oleh bagian keuangan saja tidak dapat digunakan oleh departemen yang lain. Biasanya program aplikasi ini dibuat oleh seorang programmer komputer sesuai dengan permintaan / kebutuhan seseorang / lembaga/ perusahaan guna keperluan interennya.
* Program Paket, seperti Microsofr office, Adobe fotoshop, macromedia studio, open office dll Adalah program yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat digunakan oleh banyak orang dengan berbagai kepentingan. Seperti MS-office, dapat digunakan oleh departemen keuangan untuk membuat nota, atau bagian administrasi untuk membuat surat penawaran dan lain sebagainya.
* Bahasa Pemrograman, PHP, ASP, dBase, Visual Basic, dll.Merupakan software yang khusus digunakan untuk membuat program komputer, apakah itu sistem operasi, program paket dll. Bahasa

pemrograman ini biasanya dibagi atas 3 tingkatan, yaitu ;

o Low Level Language, bahasa pemrograman generasi pertama,bahasa pemrograman jenis ini sangat sulit dimengerti karena instruksinya menggunakan bahasa mesin. Biasanya yang mengerti hanyalah pembuatnya saja.

o Midle Level Language, merupakan bahasa pemrograman tingkat menengah dimana penggunaan instruksi sudah mendekati bahasa sehari-hari, walaupun begitu masih sulit untuk di mengerti karena banyak menggunakan singkatansingakatan seperti STO artinya simpan (singkatan dari STORE) dan MOV artinya pindah (singkatan dari MOVE).Yang tergolong kedalam bahasa ini adalah Assembler, ForTran (Formula Translator).

o High Level Language, merupakan bahasa tingkat tinggi yang mempunyai cirri mudah dimengerti, karena menggunakan bahasa sehari-hari, seperti BASIC, dBase, Visual Basic, VB.Net dll.

3. Brainware (User),

User adalah personel-personel yang terlibat langsung dalam pemakaian komputer,seperti Sistem analis, programmer, operator, user, dll. Pada organisasi yang cukup besar, masalah komputerisasi biasanya ditangani oleh bagian khusus yang dikenal dengan bagian EDP (Electronic Data Processing), atau sering disebut dengan EDP Departemen, yang dikepalai oleh seorang Manager EDP.